![]() |
Di tengah Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, berdiri patung Teka-Iku, seorang pahlawan asal Sikka yang
turut berjuang mengusir penjajah. Patung tersebut merupakan patung baru
yang dibangun pascatsunami Flores, 1992. Menggantikan patung lama
Teka-Iku saat menunggang kuda sambil mengacungkan pedang, yang roboh
akibat guncangan gempa bumi dan terjangan tsunami.
Bila berkunjung ke Maumere, patung ini berjarak sekitar 2 kilometer di bagian barat Bandara Frans Seda. Patung tepat berada di persimpangan antara jalan pelabuhan dan pusat kota sehingga setiap tamu yang datang ke sana selalu melewati samping patung ini. Adapun Teka-Iku dikenal lewat perjuangannya dalam perang Nuhu Teka. Sosok dengan nama asli Moang Teka tersebut membangkang terhadap penjajah dan raja yang memungut pajak terlalu tinggi. Ia kemudian mengajak rakyat untuk tidak membayar pajak berupa empat butir kelapa dari setiap pohon kelapa.
Pada 9 September 1903, Moang Teka menyerang orang-orang yang bersekutu dengan kolonial Belanda, termasuk Raja Don Philipus yang tewas tertembak. Belanda akhirnya turun tangan untuk menghentikan pemberontakan Moang Teka.
Dalam membekuk Moang Teka, Belanda dibantu ratusan pasukan dari daerah-daerah yang berseberangan dengan perjuangan Moang Teka seperti dari Nita, Kangae, Sikka, dan Mbuli Nggela. Moang Teka bertahan di sebuah daerah bernama Iling Go, tapi ia dibujuk untuk menyerahkan diri pada 16 Juni 1904. Ia selanjutnya diasingkan ke Kupang dengan menyinggahi Larantuka menggunakan Kapal Pelikan milik Belanda.
Setibanya di Tanjung Bunga, Moang Teka terjun ke laut dan tewas. Sekarang masyarakat Sikka mengenang Moang Teka sebagai pahlawan mereka meski pemerintah Indonesia belum mengakui.
Bila berkunjung ke Maumere, patung ini berjarak sekitar 2 kilometer di bagian barat Bandara Frans Seda. Patung tepat berada di persimpangan antara jalan pelabuhan dan pusat kota sehingga setiap tamu yang datang ke sana selalu melewati samping patung ini. Adapun Teka-Iku dikenal lewat perjuangannya dalam perang Nuhu Teka. Sosok dengan nama asli Moang Teka tersebut membangkang terhadap penjajah dan raja yang memungut pajak terlalu tinggi. Ia kemudian mengajak rakyat untuk tidak membayar pajak berupa empat butir kelapa dari setiap pohon kelapa.
Pada 9 September 1903, Moang Teka menyerang orang-orang yang bersekutu dengan kolonial Belanda, termasuk Raja Don Philipus yang tewas tertembak. Belanda akhirnya turun tangan untuk menghentikan pemberontakan Moang Teka.
Dalam membekuk Moang Teka, Belanda dibantu ratusan pasukan dari daerah-daerah yang berseberangan dengan perjuangan Moang Teka seperti dari Nita, Kangae, Sikka, dan Mbuli Nggela. Moang Teka bertahan di sebuah daerah bernama Iling Go, tapi ia dibujuk untuk menyerahkan diri pada 16 Juni 1904. Ia selanjutnya diasingkan ke Kupang dengan menyinggahi Larantuka menggunakan Kapal Pelikan milik Belanda.
Setibanya di Tanjung Bunga, Moang Teka terjun ke laut dan tewas. Sekarang masyarakat Sikka mengenang Moang Teka sebagai pahlawan mereka meski pemerintah Indonesia belum mengakui.