Jumat, 27 Januari 2012

Di tengah Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, berdiri patung Teka-Iku, seorang pahlawan asal Sikka yang turut berjuang mengusir penjajah. Patung tersebut merupakan patung baru yang dibangun pascatsunami Flores, 1992. Menggantikan patung lama Teka-Iku saat menunggang kuda sambil mengacungkan pedang, yang roboh akibat guncangan gempa bumi dan terjangan tsunami.

Bila berkunjung ke Maumere, patung ini berjarak sekitar 2 kilometer di bagian barat Bandara Frans Seda. Patung tepat berada di persimpangan antara jalan pelabuhan dan pusat kota sehingga setiap tamu yang datang ke sana selalu melewati samping patung ini. Adapun Teka-Iku dikenal lewat perjuangannya dalam perang Nuhu Teka. Sosok dengan nama asli Moang Teka tersebut membangkang terhadap penjajah dan raja yang memungut pajak terlalu tinggi. Ia kemudian mengajak rakyat untuk tidak membayar pajak berupa empat butir kelapa dari setiap pohon kelapa.

Pada 9 September 1903, Moang Teka menyerang orang-orang yang bersekutu dengan kolonial Belanda, termasuk Raja Don Philipus yang tewas tertembak. Belanda akhirnya turun tangan untuk menghentikan pemberontakan Moang Teka.

Dalam membekuk Moang Teka, Belanda dibantu ratusan pasukan dari daerah-daerah yang berseberangan dengan perjuangan Moang Teka seperti dari Nita, Kangae, Sikka, dan Mbuli Nggela. Moang Teka bertahan di sebuah daerah bernama Iling Go, tapi ia dibujuk untuk menyerahkan diri pada 16 Juni 1904. Ia selanjutnya diasingkan ke Kupang dengan menyinggahi Larantuka menggunakan Kapal Pelikan milik Belanda.

Setibanya di Tanjung Bunga, Moang Teka terjun ke laut dan tewas. Sekarang masyarakat Sikka mengenang Moang Teka sebagai pahlawan mereka meski pemerintah Indonesia belum mengakui.



Ada kesamaan legenda dan mitos yang bisa menjadi benang merah untuk menghubungkan beragam etnis di negeri ini.
Masyarakat Sunda mengenal mitos kesiangan pada diri Sangkuriang yang kesiangan saat membuat perahu atas permintaan Dayang Sumbi yang akan disunting menjadi istri. Gara-gara melewati batas waktu yang ditetapkan, perahu pun ditendang lalu terbalik dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sementara masyarakat Jawa meyakini mitos kesiangan Bandung Bondowoso yang mengutuk Ratu Boko menjadi arca Roro Jonggrang untuk melengkapi pendirian Candi Prambanan.
Syahdan, Ratu Boko mensyaratkan Bandung Bondowoso membangun seribu candi untuk bisa menikahinya. Karena kesiangan—ditandai ayam jantan berkokok—dan pembangunan candi belum selesai, sang ratu dikutuk menjadi arca Roro Jonggrang untuk melengkapi kekurangan sebuah candi yang belum selesai dibangun. Mitos kesiangan itu ternyata juga dikenal masyarakat Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam legenda Jong Dobo. Jong, jung, atau jukung (bahasa Jawa), menurut etnolog sekaligus paderi Theodore Verhoeven, SVD (1982: 74) yang banyak menelusuri situs-situs purbakala di Flores, merupakan jenis perahu yang sanggup mengangkut barang hingga 500 ton lebih. Awalnya, berkembang di Semenanjung Indochina dan daratan China Selatan pada 300-500 SM yang dikenal sebagai era kebudayaan Dongson.
Dengan kata lain, jong dan beragam legenda yang mengiringinya bisa jadi merupakan pengaruh kebudayaan Dongson yang menyebar di beberapa wilayah di Nusantara ini. Tak terkecuali di bukit Dobo yang masuk wilayah Desa Ian Tena, Kecamatan Kewapante, yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Nama Dobo ini juga digunakan di salah satu tempat di Papua.
Jong Dobo sendiri memiliki ukuran panjang 55 sentimeter, tinggi 28 sentimeter, dan lebar bagian dalam 10 sentimeter. Di bagian depan terdapat lonceng untuk memberi aba-aba pada pendayung, sedang di buritan terdapat patung ayam jago yang berfungsi sebagai penunjuk waktu.
Di sisi jong terdapat 12 pendayung, 6 di sisi kanan dan 6 di kiri serta di dalamya terdapat empat sosok penari perempuan. Sayang, tiang layar jong ini sudah patah dan tidak ditemukan patahannya. Secara keseluruhan jong terlihat utuh. Jong ini berada di hutan Tuan Pireng, yang maknanya hutan sakti berupa hutan lindung yang digagas Pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1932.

Hay smua.........
Nama    : Rikardus Armanto
TTL       : Maumere 22-01-1994
Alamat  : Geliting

Saya sekarang masih bersekolah di sebuah smk swasta di Maumere yaitu Smk St.Gabriel Maumere.Dalam blogg ini saya pribadi mau mengangkat budaya-budaya di kabupaten sikka yg cenderung mulai dilupakan oleh generasi muda sikka.